Mau punya otak encer seperi orang Jepang? Makan ikan! Anda tentu sudah
tak asing dengan pernyataan ini, ’kan? Kebenaran bahwa diet orang Jepang
tak jauh dari ikan, ikan, dan ikan, serta pengakuan bahwa penduduk
Negeri Sakura ini rata-rata memiliki tingkat kecerdasan yang tinggi,
memang sudah diamini semua orang. Namun, apakah Anda memahami di mana
letak hubungan antara ikan dan kecerdasan? Apa ‘bahan rahasia’ yang ada
di dalam ikan sehingga hewan laut ini begitu hebatnya?
Secara umum, sebagai bahan pangan sumber lauk-pauk, kandungan nutrisi yang terkandung dalam daging ikan sama saja dengan yang ada dalam daging sapi atau daging ayam. Ada protein, lemak, vitamin, dan mineral. Yang membedakan adalah jumlah, komposisi, dan jenis dari masing-masing zat gizi tersebut.
Protein pada ikan tersusun atas asam amino esensial yang lengkap dan lebih mudah dicerna dibanding protein dari sumber hewani lainnya. Protein merupakan sumber nutrisi penting untuk pertumbuhan. Sementara, untuk soal lemaknya, jenis lemak yang ada dalam ikan berbeda dari lemak yang ditemukan dalam daging sapi atau daging ayam. Jadi, kalau biasanya orang dengan sengaja membatasi asupan daging merah, termasuk daging sapi, karena khawatir akan gempuran lemak (jenis asam lemak jenuh) dan kolesterolnya, tidak begitu halnya dengan ikan.
Ikan justru diburu karena lemaknya. Pernah dengar minyak ikan? Atau Anda malah sudah sangat akrab dengan suplemen ini sejak kecil dan kini mewariskan kebiasaan mengonsumsi minyak ikan ini pada anak-anak Anda? ”Berbeda dari lemak hewan lainnya, lemak pada ikan berbentuk cair, bahkan di suhu rendah sekalipun. Makanya, disebut minyak ikan, bukan lemak ikan. Lemak biasanya mengacu pada bentuk padat, seperti lemak sapi atau lemak kambing,” papar Dr.Ir. Nuri Andarwulan, M.Sc., ahli pangan dari IPB.
Komposisi lemak pada ikan didominasi oleh asam lemak tak jenuh ganda rantai panjang (Poly Unsaturated Fatty Acid = PUFA) dengan khasiat yang dahsyat. Omega 3 (atau disebut dengan asam linolenat) jenis EPA (Eicosa Pentaenoic Acid) dan DHA (Docosa Hexaenoic Acid) yang diagungkan sebagai primadona di dalam daging ikan, tak lain merupakan jenis dari PUFA.
Keduanya merupakan asam lemak esensial. Artinya, keberadaannya tidak bisa dibentuk sendiri oleh tubuh. Sehingga, untuk mendapatkannya hanya lewat asupan makanan. Jenis asam lemak ini memiliki khasiat untuk membantu perkembangan otak dan menjadi stimulan positif dalam menguatkan daya ingat. Jadi, teori ikan versus kecerdasan, ternyata bukan sekadar isapan jempol.
”DHA berperan penting dalam susunan jaringan otak sehingga dibutuhkan untuk pertumbuhan otak bayi. Secara alami, DHA hanya ada di dalam ASI dan ikan,” sambung Nuri. Makanya, kalau diperhatikan, banyak sekali produk susu atau makanan anak-anak yang mengunggulkan kandungan DHA sebagai salah satu cara untuk meningkatkan nilai jualnya agar memiliki kualitas sehebat ASI.
Keunggulan lain dari omega 3 pada ikan berkaitan dengan penyakit degeneratif, seperti jantung dan hipertensi. Menurut Nuri, dengan rutin mengonsumsi ikan, risiko terserang penyakit jantung koroner bisa ditekan. ”Di dalam tubuh, asam lemak tak jenuh akan diubah menjadi HDL (kolesterol baik) yang dapat menurunkan risiko penyempitan pembuluh darah di jantung,” jelasnya.
Kandungan asam lemak tak jenuh pada ikan lebih banyak tersebar pada bagian daging ikan yang berwarna kemerahan. Bagian yang kemerahan ini akan berubah menjadi kehitaman saat dimasak. Anda bisa dengan mudah melihat perbedaan warna ini secara signifikan pada potongan pindang ikan tongkol yang dijual di pasaran dalam besek-besek bambu.
Sayangnya, karena ketidaktahuan, konsumen atau penjual justru sering membuang bagian ini dengan alasan estetika dan cita rasanya yang lekas tengik akibat kandungan lemaknya yang tinggi. Makin mendekati bagian kepala, kandungan asam lemak tak jenuhnya makin tinggi. Itulah yang membuat kepala ikan, seperti kepala ikan salmon atau kepala ikan kakap, begitu disuka. Bagian yang lebih berlemak akan memberi rasa yang lebih gurih dan lezat, ’kan?
Ikan, terutama ikan laut, juga merupakan sumber vitamin (A, B, dan D) dan mineral yang baik. Mineral selenium, yodium, kalsium, zat besi, dan zinc merupakan jenis mineral yang diunggulkan dari ikan. Selenium dan zinc merupakan mineral antioksidan yang bisa mencegah kerusakan DNA dan mencegah penuaan dini. Yodium memiliki peranan penting dalam mencegah penyakit gondok, kalsium diperlukan untuk massa tulang, dan zat besi dapat mencegah anemia.
Sebagai bahan pangan segar, kualitas nutrisi ikan memang sudah cemerlang, namun kesalahan proses pengolahan bisa dengan mudah menurunkan bahkan merusak kehebatan ini. ”Kandungan omega 3 sangat mudah rusak dan teroksidasi akibat pemanasan suhu tinggi yang terlalu lama. Untuk mengurangi kerusakannya, cara masak ikan terbaik adalah dengan ditumis selama 3 - 5 menit. Atau, asal Anda yakin bahwa ikannya segar dan bebas kontaminasi, boleh saja meniru cara orang Jepang yang terbiasa mengonsumsi ikan dalam keadaan mentah,” ujar Nuri.
su
Secara umum, sebagai bahan pangan sumber lauk-pauk, kandungan nutrisi yang terkandung dalam daging ikan sama saja dengan yang ada dalam daging sapi atau daging ayam. Ada protein, lemak, vitamin, dan mineral. Yang membedakan adalah jumlah, komposisi, dan jenis dari masing-masing zat gizi tersebut.
Protein pada ikan tersusun atas asam amino esensial yang lengkap dan lebih mudah dicerna dibanding protein dari sumber hewani lainnya. Protein merupakan sumber nutrisi penting untuk pertumbuhan. Sementara, untuk soal lemaknya, jenis lemak yang ada dalam ikan berbeda dari lemak yang ditemukan dalam daging sapi atau daging ayam. Jadi, kalau biasanya orang dengan sengaja membatasi asupan daging merah, termasuk daging sapi, karena khawatir akan gempuran lemak (jenis asam lemak jenuh) dan kolesterolnya, tidak begitu halnya dengan ikan.
Ikan justru diburu karena lemaknya. Pernah dengar minyak ikan? Atau Anda malah sudah sangat akrab dengan suplemen ini sejak kecil dan kini mewariskan kebiasaan mengonsumsi minyak ikan ini pada anak-anak Anda? ”Berbeda dari lemak hewan lainnya, lemak pada ikan berbentuk cair, bahkan di suhu rendah sekalipun. Makanya, disebut minyak ikan, bukan lemak ikan. Lemak biasanya mengacu pada bentuk padat, seperti lemak sapi atau lemak kambing,” papar Dr.Ir. Nuri Andarwulan, M.Sc., ahli pangan dari IPB.
Komposisi lemak pada ikan didominasi oleh asam lemak tak jenuh ganda rantai panjang (Poly Unsaturated Fatty Acid = PUFA) dengan khasiat yang dahsyat. Omega 3 (atau disebut dengan asam linolenat) jenis EPA (Eicosa Pentaenoic Acid) dan DHA (Docosa Hexaenoic Acid) yang diagungkan sebagai primadona di dalam daging ikan, tak lain merupakan jenis dari PUFA.
Keduanya merupakan asam lemak esensial. Artinya, keberadaannya tidak bisa dibentuk sendiri oleh tubuh. Sehingga, untuk mendapatkannya hanya lewat asupan makanan. Jenis asam lemak ini memiliki khasiat untuk membantu perkembangan otak dan menjadi stimulan positif dalam menguatkan daya ingat. Jadi, teori ikan versus kecerdasan, ternyata bukan sekadar isapan jempol.
”DHA berperan penting dalam susunan jaringan otak sehingga dibutuhkan untuk pertumbuhan otak bayi. Secara alami, DHA hanya ada di dalam ASI dan ikan,” sambung Nuri. Makanya, kalau diperhatikan, banyak sekali produk susu atau makanan anak-anak yang mengunggulkan kandungan DHA sebagai salah satu cara untuk meningkatkan nilai jualnya agar memiliki kualitas sehebat ASI.
Keunggulan lain dari omega 3 pada ikan berkaitan dengan penyakit degeneratif, seperti jantung dan hipertensi. Menurut Nuri, dengan rutin mengonsumsi ikan, risiko terserang penyakit jantung koroner bisa ditekan. ”Di dalam tubuh, asam lemak tak jenuh akan diubah menjadi HDL (kolesterol baik) yang dapat menurunkan risiko penyempitan pembuluh darah di jantung,” jelasnya.
Kandungan asam lemak tak jenuh pada ikan lebih banyak tersebar pada bagian daging ikan yang berwarna kemerahan. Bagian yang kemerahan ini akan berubah menjadi kehitaman saat dimasak. Anda bisa dengan mudah melihat perbedaan warna ini secara signifikan pada potongan pindang ikan tongkol yang dijual di pasaran dalam besek-besek bambu.
Sayangnya, karena ketidaktahuan, konsumen atau penjual justru sering membuang bagian ini dengan alasan estetika dan cita rasanya yang lekas tengik akibat kandungan lemaknya yang tinggi. Makin mendekati bagian kepala, kandungan asam lemak tak jenuhnya makin tinggi. Itulah yang membuat kepala ikan, seperti kepala ikan salmon atau kepala ikan kakap, begitu disuka. Bagian yang lebih berlemak akan memberi rasa yang lebih gurih dan lezat, ’kan?
Ikan, terutama ikan laut, juga merupakan sumber vitamin (A, B, dan D) dan mineral yang baik. Mineral selenium, yodium, kalsium, zat besi, dan zinc merupakan jenis mineral yang diunggulkan dari ikan. Selenium dan zinc merupakan mineral antioksidan yang bisa mencegah kerusakan DNA dan mencegah penuaan dini. Yodium memiliki peranan penting dalam mencegah penyakit gondok, kalsium diperlukan untuk massa tulang, dan zat besi dapat mencegah anemia.
Sebagai bahan pangan segar, kualitas nutrisi ikan memang sudah cemerlang, namun kesalahan proses pengolahan bisa dengan mudah menurunkan bahkan merusak kehebatan ini. ”Kandungan omega 3 sangat mudah rusak dan teroksidasi akibat pemanasan suhu tinggi yang terlalu lama. Untuk mengurangi kerusakannya, cara masak ikan terbaik adalah dengan ditumis selama 3 - 5 menit. Atau, asal Anda yakin bahwa ikannya segar dan bebas kontaminasi, boleh saja meniru cara orang Jepang yang terbiasa mengonsumsi ikan dalam keadaan mentah,” ujar Nuri.
su